"Ada titik di mana kita merasa tidak akan mampu merasakan proses kehilangan, namun ada titik di mana kita bangkit dan sadar bahwa kita akan baik-baik saja. Manusia, punya kemampuan mempertahankan diri, juga memulihkan diri.
Ya, kamu benar! Sekarang, aku baik-baik saja."
Apa kabar mimpi buruk kemarin?
Rasanya, gue sudah mulai bisa melupakannya.
Dari sekian kesempatan tidur yang gue punya, beragam mimpi yang gue rasakan, hingga beragam igauan yang secara nggak sadar terucapkan kala pagi buta, gue menakar-nakar setiap terbangun, apakah rasa kehilangan itu sudah memudar?
Nggak ada luka kasat mata di sekujur tubuh. Tapi, rasanya perih bahkan bisa sampai bikin menangis.
Kadang, rasa perih itu datang saat malam hari, tanpa diduga-duga.
Keesokannya, membekas pada gumpalan kelopak bekas air mata semalam. Jujur deh, kalian pernah kan merasakan momen begini? Atau cuma gue yang aneh? (Somehow, gue emang freak, sih!)
Rasa perih yang muncul bukan soal rindu dan mempertanyakan apakah rasa itu akan berbalas(?), tapi untuk lebih meresapi bahwa proses penyembuhan luka itu memakan waktu dan menyiksa.
Bukan soal mengharapkan lagi yang sudah tiada dan tak mampu tergapai, namun untuk lebih menyadari—tanpa menghakimi—, bahwa kematangan itu tidak mudah dicapai. Dia baru bisa kita resapi saat kita ikhlas melepaskan sesuatu.
Di penghujung tahun ini, ada sesuatu yang hendak aku katakan, "Kamu benar! Sekarang, aku baik-baik saja."
Terima kasih, 2017, kamu hadir berbalut makna dan kabut, memukau dari segala sudut, dan berakhir tanpa lupa memberi rasa kejut.