Aku selalu suka hujan. Aku pandangi. Tidak mengapa bila basah. Hujan membawaku pada pikiran-pikiran yang absurd. Pikiran yang terkadang tak sempat terpikirkan. Pikiran yang hanya muncul pada saat hujan.
Dulu hujan membuatku gampang sendu, karena dunia dianggap bubar dan hajat jadi berantakan bilamana hujan datang. Padahal hujan tak pernah salah apa-apa...
Sekarang hujan lebih banyak membuat aku tersenyum bahkan menertawakan hal-hal baru yang belum pernah aku temukan sebelumnya, dan semestinya memang disikapi begitu. Bukankah datangnya hujan harus disikapi dengan kebersyukuran?
Dear hujan,
Mengingat kamu menyisakan senyuman-senyuman kecil yang tak berkesudahan.
Ada kesulitan yang dialami tapi dengan mudah dihadapi dengan konklusi akhir: "Yasudah, mau gimana?"
Mengingat kamu bikin waspada. Mengira-ngira apakah perlu sedia payung sebelum hujan atau membawa jas hujan sebelum basah (?)
Mengingat kamu juga menyisakan cerita-cerita saat sulit dan terjepit, lucunya, tak pernah terpikir untuk menangisi kondisi tersebut dan malah lebih memilih menertawakan kebodohan itu sendiri.
Mengingat kamu mengajarkan bahwa kesabaran menunggu itu akan segera terbayar. Sabar, karena kamu akan segera reda.
Mengingat hujan menyisakan cerita-cerita baru. Tentang kerjasama yang berakhir dengan kebodohan bersama. Tentang kewaspadaan pada jalan yang licin. Tentang bisik-bisik cerita yang sama di antara orang-orang yang berteduh.
Sejauh mata memandang ada jalanan basah akibat derasmu.
Sedekat mata melihat ada hati bahagia akibat genggaman hangat dengan baju setengah basah.
Dear hujan,
Sampai bertemu lagi di lain waktu. Dengan antusias aku nantikan cerita-cerita baru darimu.