Pada blog aku kali ini aku mau share pengalamanku mencoba skincare acne series dari Scarlett yang cukup ngebantu aku dalam mengurangi bahkan ngilangin jerawat membandel. Hm, kalau mau ditarik 4-6 bulan lalu, aku sempet pusing banget sama kondisi jerawat hormonal aku yang hilang timbul dan sempat mengganggu banget pake banget!
Aku sempet gonta ganti skincare dan sampai di titik gatau lagi. Apalagi sejak COVID-19 merebak aku sering banget all day beraktivitas di luar dan pake masker terus. Akhirnya, maskne beberapa waktu dan sempat muncul beberapa jerawat di beberapa titik di wajah, khususnya di area dagu dan mulut.
Mei 2021 |
Juli 2021 |
September 2021 |
Hal yang aku suka dari facial wash ini adalah bikin kulitku jadi lembap dan butiran halusnya juga nggak bikin kulit wajah jadi meradang karena halus banget,
Price: Rp75,000
BPOM: Registered
Repurchase: Perhaps, kalau sudah habis dan belum ada saingan baru.hehe
Kebetulan toner ini salah satu toner terbaru Scarlett. Selain karena isinya yang ada ‘boba’ ungu gemesnya, toner ini juga spesial banget menurutku karena beda dari toner pada umumnya, dari namanya aja: acne + essence + toner, udah jelas banget kan toner ini bukan toner biasa!
Kalau kamu aware boba ungu atau beads pada acne essence toner ini mengandung Phyto Squalane yang berperan juga sebagai anti-inflamatory atau anti-peradangan yang punya peran penting untuk ngurangin kemerahan dan bengkak pada jerawat. Cara apply-nya biasanya aku setelah proses cleansing selesai, jadi pastiin wajah udah bersihkan baru deh apply toner ini dengan ditepuk-tepuk sampai meresap.
Price: Rp75,000
BPOM: Registered
Repurchase: Yes ofc! Isi lumayan banyak, trus bikin kulitku jadi calming banget.
Kalau kamu sudah pernah coba acne serum dari Scarlett pasti tahu kalau tekstur dari cairannya nggak terlalu kental dan cenderung cair serta cepet banget meresap ke kulit wajah. Baunya pun bisa ditolerir dan nggak ganggu. Kemasan dengan kaca doff dan isi 15 ml menurutku udah standar skincare serum pada umumnya dan aplikatornya juga pipet yang bisa langsung kita apply ke kulit wajah tanpa ba bi bu.
Aku biasa pakai 2-3 tetes di kulit wajah, tepuk lembut dan massage santai sampai meresap, udah deh!
So far saat memakainya sih kulitku nggak rewel ya dan jerawat-jerawatku jadi lebih kalem. Kalau kondisi sekarang sih aku lebih ke pencegahan munculnya jerawat baru dan fokus ngilangin bekasnya aja.
Price: Rp75,000
BPOM: Registered
Repurchase: Iya dong, worth the price untuk harga segini dan manfaat segudang!
Nah, untuk acne cream biasanya aku jadikan krim pelembap. Kedua acne cream day & night ini sebenernya punya beberapa kandungan yang sama, seperti sama-sama diformulasikan dengan natural squalane, hexapeptide-8, triceramice dan natural vitamin C.
Kandungan yang ngebedain, acne cream day punya kandungan double action salicylic acid yang merupakan kandungan terbaik untun mengatasi jerawat dan kandungan aqua peptide glow yang memiliki peran untuk menghidrasi kulit dan membuat kulit wajah lebih glowing. Sementara acne cream night mengandung CM Acnatu yang berperan sebagai anti-inflammatory dan juga anti-bakteri serta poreaway yang membantu merawat pori-pori wajah.
Jujur sih, kalau nggak baca dari kemasannya sebenernya tekstur, warna, dan baunya hampir nggak bisa aku bedain yang mana acne cream day dan night karena semirip itu. But, it’s totally okay! So far, kulitku suka dan cukup sesuai sama klaimnya.
Price: Rp75,000Itu dia review rangkaian Acne Series Scarlett yang sudah aku coba! Kira-kira tertarik untuk tahu review produk skincare lainnya nggak? Terima kasih juga sudah baca sampai selesai, see you on another BlogTalk!
BPOM: Registered
Repurchase: Probably yes, karena dari sisi harga worth to buy dan kalau belum tergeser oleh produk lain yang lebih oke aku kayaknya akan repurchase!
Dari awal muncul, produk ini emang udah nge-hype banget di mana-mana. Aku jadi salah satu orang yang penasaran banget dan ngerasa produk ini jadi salah satu produk wajib coba.
Dari ketiga produk body care Scarlett yang aku coba, aku suka banget sama lotion-nya dan scrub-nya! Kenapa? Aku bakal jelasin satu-satu abis ini. Stay tuned!
Scarlett Body Scrub Coffee
I’m calling out all coffee lovers! Pas pertama kali nyoba, aku langsung suka sama tekstur dari scrub-nya. Soalnya, butirannya halus banget dan nggak kasar, dan pas aku coba ke kulit tekstur keseluruhannya padat dan nggak cair jadi pas di-apply dan scrubbing time bikin sel-sel kulit mati yang ada di kulitku keangkat dengan mudahnya dan nggak bikin gampang iritasi. Say goodbye to daki-daki membandel!
Price: Rp75,000
BPOM: Registered
Repurchase: Yes, ofc!
Untuk shower scrub Scarlett yang aku coba adalah varian coffee. Impresi pertama aku saat nyoba, selain aroma kopinya nggak menyengat dan bau kopinya sopan banget, ada kesan yang ninggalin bau segar setelah pake produk ini. Teksturnya pun pas, nggak terlalu encer dan nggak terlalu kental juga. Tube dan ukurannya juga menurutku pas. Nggak bikin cepet abis dan boros trus worth-it juga!
Price: Rp75,000
BPOM: Registered
Repurchase: Perhaps, karena aku penasaran mau coba varian Scarlett yang lain juga!
Kalau kamu suka harum dari lotion yang calming yet sexy & sweet, bisa pilih varian ini ya!
Harumnya ngingetin aku sama YSL Black Opium dan juga Scent of a Woman Nipplets x HMNS. Sebelumnya aku udah pernah coba yang varian Charming. Nah, kalau varian Charming pas dipake siang hari karena aromanya fresh banget! Sementara varian Jolly selalu aku pake sebelum tidur atau kalau lagi pingin wangi dan bikin calming. Varian ini enak banget, bahkan kalau aku pake pas malemnya sampe pagi harumnya masih ada!
Bentuk botolnya juga pump yang ada settingan untuk lock & unlock sehingga mudahin kita juga kalau mau dibawa kemana-mana. Jadi, nggak gampang keluar kalau nggak sengaja pump-nya kehimpit barang lain saat dimasukkan ke tas (meskipun ukurannya bulky untuk sebagian orang, tapi sabi kok kalau mau bawa traveling karena nggak gede banget (300ml) dan nggak berat banget.
Ada kandungan glutathione yang mampu meregenerasi kulit dan menangkal radikal bebas. Karena kandungan ini pula, makanya kulit kita bisa lebih cerah, warna kulit lebih merata, menjaga kelembapan dan elastisitas kulit, serta merupakan ingredients dengan antioksidan terbaik untuk menangkal radikal bebas dari paparan sinar UV seperti sinar UVA dan UVB.
Price: Rp75,000Itu dia review body care Scarlett yang sudah aku coba! Kira-kira tertarik untuk tahu review produk body care atau skincare lainnya nggak? Terima kasih juga sudah baca sampai selesai, feel free to feedback ya!
BPOM: Registered
Repurchase: Yes, jadi varian favoritku banget!
Kepekaan untuk membiarkan diri mengekspresikan rasa senang, sedih, jengkel, maupun haru atas hal yang tidak terduga adalah manusiawi. Tindakan kita setelahnya merupakan langkah kecil yang berani untuk memulai hal yang kita sadari adalah baik. Kita punya kontrol atas diri ini. Mari apresiasi diri kita atas langkah yang kita pilih. Tak apa memulai dengan langkah kecil, selama di depan ada muara yang kita tuju.
Setujukah bahwa kondisi pandemi yang terjadi sejak awal 2020 hingga kini menjadikan kita pribadi yang lebih matang?
Kondisi yang memposisikan kita dengan perasaan cukup melalui pencapaian hidup yang begitu-begitu saja, membuat kita kerap menjadi auto-pilot. Menerima, bersyukur, tanpa sadar malas menggali potensi lain dari dalam diri. Aku menyadari, kemalasan memang akar dari kebodohan. Hari ini, aku mulai menyimpulkan bahwa kemalasan merupakan akar dari segala degradasi yang ada dalam diri kita. Fatalnya, malas itu mengakar, malas itu mengasyikan, tapi ada kalanya kita berkeringat dingin melihat pencapaian diri yang itu-itu saja. Tidak ada progress signifikan, hanya aku yang gini-gini aja.
Kemudian kita mulai mencari teman yang senasib. Menyuntikkan semangat-semangat senada yang berujung pada pemakluman ketidakproduktivitasan diri yang terbentuk. Kita semakin terbuai dengan stagnasi. Kita memeluk diri kita yang telah bebal, tapi lidah kerap kelu saat menerima pertanyaan, "sudahkah kamu mendapati pencapaian dalam hidup?" Inikah yang benar-benar kamu inginkan, Ni?
Terkadang kamu perlu dipecut, supaya terluka dan paham rasa sakit. Rasa sakit yang menghasilkan pergeseran maju atau bahkan membuatmu berlari. Bukan berlari dari rasa takut, tapi berlari untuk melampaui batasmu yang seharusnya telah kamu capai dari kemarin-kemarin. Apakah kamu terus-terusan mau kerja keras bagai kuda, namun kamu hanyalah moda penggerak Pak Kusir hingga sampai tujuan?
Ni, sebelum kemalasan makin mengakar, ayo bangkit. Lakukan peregangan, bersiaplah berlatih, untuk berlari sekuat tenaga. Bukan untuk menjadi kuda empunya Sang Tuan, tapi menjadi kuda tak bertuan dengan kamulah pemilik diri yang paling hakiki. Tak apa sedikit terlambat, tapi kesungguhan ini, semoga menjadi awal titik baru yang kamu sadari meski telah lebih dari satu kuarter abad kamu menginjakkan kaki di dunia ini.
Aku yang kerap kali monolog dalam balutan kata-kata abstrak
Hari ini aku menyadari bahwa aku adalah pemalas
Bila beberapa tahun lalu aku berharap ditempa
Tahun ini aku berharap mendapat 1 pecutan
Sebelum kemalasan jadi akar penyesalan
Jangan malas kalau tidak mau menyesal
Masih ada waktu, bersiaplah berlari
Jakarta, 29 Maret 2021
@niiakaroon
Flashback ke 18 tahun lalu, di kelas 5 SD, ternyata gue sudah membangun motto hidup yang konsisten gue bawa sampe sekarang. Pas dulu baru bisa bahasa Inggris dikit (sekarang juga nggak jago-jago amat sih), gue ngerasa gue itu perlu jadi choosy tapi nggak mau juga jadi keliatan orang yang cheesy. Sampe akhirnya, kepikiran untuk bikin singkatan ala-ala dengan kependekkan CHOOSC yang berarti clear, hope, open, optimist, smile, and, creative yang kalo dibaca singkatannya ya jadi choosy tadi. Kala itu, gue ngerasa singkatan ini keren banget. Sampe beberapa hari gue hafalin pake jari kata per kata untuk mengurai singkatan CHOOSC itu kepanjangan dari apa aja (paham kan hafalin kayak ngitung pake jari sambil nunjuk jari? Misalnya, jempol untuk C yang artinya Clear, telunjuk untuk H yang artinya Hope, jari tengah untuk O yang artinya Open, dan seterusnya).
Dulu gue ngerasa kalo gue emang ngerasa perlu merangkum beberapa kata sifat yang cukup menggambarkan diri gue sekaligus karakter yang mau gue bentuk di kemudian hari. Gue inget banget, saking ingin internalisasi karakter-karakter ini ke diri gue, akronim CHOOSC ini sempet gue jahit di taplak meja as signature untuk mata pelajaran Kertakes alias Kerajinan Tangan dan Kesenian. Kalau dipikir-pikir sekarang, gue yang dulu kala bisa dibilang cukup visioner dan udah tahu gimana ngebentuk fondasi di diri gue untuk bekal di masa depan tanpa disadari. So, I thank to myself when I was 11 years old. These 6 magic words shaped me. Sedikit banyak 6 kata ini yang jadi pegangan pribadi gue dalam melihat keadaan yang gue udah alami selama 18 tahun setelahnya (sudah tua ya? Memang, tapi I see my age as a number that actualize my existence on this Earth). Enam kata ini juga yang bikin gue bisa recall lagi kalau lagi ngerasa low dan butuh semangat lagi.
Mungkin sebagian dari kalian ngerasa kalau motto hidup itu nggak perlu atau bahkan udah nggak relevan, atau ada juga yang mengambil motto atau falsafah hidup orang kenamaan untuk dipegang jadi acuan pribadi karena relate banget sama diri kalian. Well, entah mengapa, gue yang masih hijau kala itu udah berpikir untuk punya motto diri yang otentik ingin dibangun.
Trus, hari ini kepikiran soal gue yang masih kecil cenderung lebih matang untuk mengetahui apa yang dimau sama diri gue sendiri. Kalau dipikir-pikir, buat apa gue harus punya motto hidup di umur 11 tahun? Buat apa juga nilai-nilai ini perlu gue bawa sampe sekarang? Kalau kita hidup dalam suatu pranata udah pasti dong perlu punya nilai-nilai yang akan diimplementasi semacam nilai sosial, susila, kesopanan, dll dandengan mempraktikkannya sebagai penyerta bahwa lo adalah bagian dari pranata itu. Kalau dibaratin kayak gitu, 6 kata ini adalah nilai dalam pranata yang anggotanya gue sendiri. Tujuannya, sebagai mantra yang menjaga gue tetap waras.
Gue suka banget perhatiin pola perilaku dari orang-orang yang ada di sekitar gue. Tapi, gue kadang malah abai sama pola yang ada di diri gue sendiri. Pas lagi kontemplasi soal 2020, kok gini amat ya, mikir bengongnya tuh sambil liatin profil Instagram gue. Orang-orang pada berubah, circle gue pun berubah. Orang yang sebelumnya adalah sahabat gue trus sekarang jadi strangers-pun banyak, tapi ada satu hal yang berubah dari diri gue: Nia yang sekarang udah heartless, udah nggak terlalu ambil perasaan atau sedih berlarut-larut dengan kenyataan ditinggal orang-orang terdekat. Kehilangan adalah suatu keniscayaan. Kondisi kehilangan orang-orang yang dulunya deket banget karena intensitas komunikasi kita yang berkurang adalah salah satu kemungkinan yang perlu dihadapi semakin kita bertambah umur. Oke sebelum makin ngelantur, kita balik lagi yuk soal perhatian gue mengenai pola perilaku yang suka gue perhatiin. Kali ini, fokusnya ke bio Instagram gue. Di situ tertulis:"𝒄𝒍𝒆𝒂𝒓, 𝒉𝒐𝒑𝒆, 𝒐𝒑𝒆𝒏, 𝒐𝒑𝒕𝒊𝒎𝒊𝒔𝒕, 𝒔𝒎𝒊𝒍𝒆, & 𝒄𝒓𝒆𝒂𝒕𝒊𝒗𝒆". Dari situlah, gue jadi flashback beberapa belas tahun lalu dan akhirnya kerangkai deh kata-kata buat nulis blog ini lagi.
Filosofi untuk berpikiran bersih, penuh harap, tetap terbuka, hidup dalam keoptimisan, melengkapinya dengan senyuman, dan berpikir kreatif secara implisit ngebantu banget diri gue untuk get back on track ke nilai-nilai positif yang udah gue buat. Intinya, as positive self-affirmation. Sekarang, dari 6 kata ini, gue bisa ngeliat diri gue dari sisi yang berbeda. So, here we go...
Aku Anaknya Cenderung Visioner
Gue baru sadar kalau gue ada kecenderungan ini. 5-6 tahun terakhir gue memiliki lebih banyak peran sebagai eksekutor. Orang yang kerjaannya ngejalanin tugas, sampai sekarang masih sih, tapi perannya lebih banyak ke strategi, planning, dan kasih arahan. Makin ke sini mungkin kedengerannya sok bijak, tapi gue meyakini apa yang gue share ke circle teman-teman di kantor, khususnya tim gue, based on empirical experiences. Nggak semata-mata karena gue harus bersikap simpati atau empati, tapi segala masukan, saran, atau tips & trick berdasarkan apa yang pernah gue lakukan, rasakan, dan lewati. Kadang gue ngerasa terlalu matang di umur gue yang sekarang, tapi hal ini juga yang bikin gue jadi maju. So, I embrace it anyway.
I'm appreciating all the thinking process
Butuh 18 tahun buat gue sadar, kalau 6 kata afirmasi ini terbentuk dan terbangun sejak gue SD dan gue konsisten untuk jalaninnya. Bahkan tetep inget itu juga sebuat prestasi personal. Semakin bertambah umur pikiran makin banyak ya, kan? Tapi hal-hal yang sifatnya prinsip atau pegangan nilai yang melekat di diri kita rasanya itu hal yang fundamental ada di diri kita. Bukan berarti gue mendorong buat pembaca blog ini untuk menjadi seperti diri gue, enggaaa. Tapi, tiap orang punya prosesnya masing-masing. Gimana dia memaknai hidup, gimana dia ngeliat suatu hal dan memilah-milah mana nilai yang paling pas buat diri sendiri, mana yang nggak harus diikutin.
Proses mikir sedikit banyak bisa ngebantu kita menyesuaikan penggunaan energi dan skill yang kita punya, trus bisa ngebantu kita untuk fokus ngeliat jalan keluar yang memungkinkan. Tapi balik lagi, proses mikir kita fokus kemana? Kalau fokusnya ke masalah, kita cuma muter-muter di situ doang, blaming someone else or ourselves atau mencari alasan-alasan sebagai justifikasi kalau kita nggak bersalah atas suatu masalah yang terjadi. Beda cerita, kalau fokus kita curahin ke solusi, mungkin kita bisa nemuin pola pemikiran terstruktur untuk mencari jalan keluar dan meminimalisir waktu yang terbuang dari proses mikirin masalahnya doang.
Gue yang di umur 11 tahun, ngeliat bahwa proses mikir sesuatu yang bisa jadi motto hidup yang outputnya adalah 6 kata yang terbentuk itu merupakan potensi yang gue udah punya dan potensi-potensi yang gue bisa kembangin karena pada saat itu gue masih memiliki kekurangan-kekurangan.
Leadershipless leads me to have a leaderships
Gue dibesarkan dari keluarga yang sederhana dan bisa dibilang bukan siapa-siapa. Bukan petinggi atau orang yang punya harta dan tahta. Gue bersyukur dibesarkan oleh ayah yang keras tapi sayang anak dengan caranya yang unik (dulu sih gue bilangnya ini overprotective banget) serta oleh seorang ibu yang kuat dan suportif banget atas segala langkah yang gue ambil. Kontradiksi pendapat antara ayah dan ibu kerap dimenangkan si bapak tapi dibalik itu, ibu selalu tahu apa yang betul-betul anaknya butuhkan sehingga gue nggak pernah merasa ditinggalkan. Gue dibesarkan bukan untuk menjadi orang besar di masa depan, tapi dididik untuk saling mengerti kondisi satu sama lain baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekitar.
Gue bukan orang kerap mendapatkan ilmu kepemimpinan di bangku sekolah. Kalau kalian familiar atau sempat jadi bagian anggota BEM. Gue nggak sama sekali pernah menjadi bagian itu di sekolah. Antara mereka nggak melihat gue memiliki potensi jadi pemimpin dalam proses rekruitmen atau ya gue udah sibuk nyari uang jajan jadi guru privat door to door atau kerja paruh waktu jadi guru bimbel. Hidup itu pilihan ya 'kan. Kalau gue sibuk organisasi, gue nggak bisa nabung beli hape Cina atau bayar cicilan laptop merk Compaq kala itu (masih inget banget ini gue cicil sama owner di bimbel tempat gue kerja).
Dari kehidupan leadershipless ini, gue malah belajar how to lead myself naturally. I'm being my own leader. At least, gue bisa atur diri gue sendiri tanpa harus ngerepotin orang lain.
Sekarang, mungkin karena udah beberapa kali punya pengalaman kerja yang cukup konsisten dan milestones, I'm being the leader of a small team. Sekarang gue malah kebentuk leadershipness itu dengan sendirinya dan gue bangga dengan progress dari hidup gue sejauh ini.
Tugas gue selanjutnya hanyalah gimana caranya stay sane, have a meaningful and joyfulness in life.